Wakil Wali Kota (Wawako) Padang periode 2014-2019, Emzalmi memberikan banyak tips dan pesan penting kepada Bakal Calon Wali Kota (Bacawako) Padang, Braditi Moulevey.
Pesan dan tips tersebut disampaikan saat Braditi Moulevey datang untuk sowan dan bertemu langsung dengan Emzalmi di kediamannya kawasan Pasar Baru, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada Rabu (19/6/2024) sore.
“Pertama kali itu adalah luruskan niat. (Braditi Moulevey) sebagai anak muda dan berpengalaman di bidang bisnis, salah satu syarat menjadi pemimpin adalah (kemampuan) manajerial,” kata pria dengan latar belakang birokrat tersebut.
Kemampuan manajerial, kata Emzalmi, sangat dibutuhkan untuk memimpin Kota Padang dengan masyarakat yang berstatus heterogen atau berasal dari berbagai latar belakang.
“(Kota) Padang adalah Ibukota Provinsi (Sumbar), masyarakatnya heterogen, yang dibutuhkan adalah seorang pemimpin, bukan penguasa. Antara pemimpin dengan masyarakat, itu rata-rata air, seayun selangkah. (Pemimpin itu) didahulukan selangkah, ditinggikan seranting,” katanya.
Menurut Emzalmi, syarat untuk menjadi pemimpin itu harus memiliki tiga hal. Yakni, tokoh, takah dan takih.
“Pertama tokoh. Apakah ketokohan calon pemimpin, khususnya di Kota Padang ini sudah diakui oleh masyarakat banyak? Kemudian, ketokohan ini akan lebih sempurna jika juga diakui secara nasional. Atau paling tidak, di tingkat nasional dia sudah pernah berkiprah dan membuktikan prestasinya. Jangan sampai pernah bermasalah dengan hukum, terutama asusila (dan penyalahgunaan narkotika),” katanya.
Kedua, kata Emzalmi, yakni Takah. Takah itu mencakup penampilan, performa dan kemampuan meyakinkan masyarakat bahwa ia layak dipilih.
“Kalau saya lihat secara fisik, Braditi Moulevey memenuhi syarat (takah) itu, kemudian, intelektualnya, dan pengalamannya,” katanya.
Ketiga, takih yang berarti amanah. Braditi Moulevey ia nilai selama ini cukup memiliki sikap yang amanah sehingga bisa menjadi modal kuat ketika memutuskan maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Padang 2024.
“Jika selama ini dipercaya orang, maka ini modal, bahwa amanah yang diberikan kepada orang ini (Braditi Moulevey), bisa disupport dan dipercaya orang lain atau pun mungkin tidak banyak mengecewakan masyarakat. Ukuran kecewa itu secara kasat mata dapat dilihat dari komentar-komentar masyarakat,” katanya.
Meski demikian, katanya, posisi kepala daerah merupakan jabatan politik. Artinya, butuh dukungan partai politik (parpol).
“(Partai) Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini adalah partai kuat. Ini suatu modal yang kuat, ditambah Prabowo adalah Presiden terpilih, jika (kader) Gerindra yang jadi pemimpin di Kota Padang, maka komunikasi ke pusat menjadi lancar. Tinggal Moulevey bagaimana memanfaatkan potensi itu lebih dikenal orang. Bagaimanapun, cari pendamping yang menambah kekuatan, apakah orang partai atau birokrasi, tergantung hasil survei,” katanya.
Dengan kekuatan tujuh kursi Partai Gerindra di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang dari hasil pemilihan legislatif (Pileg) 2024, maka untuk mendapatkan koalisi tidak akan susah.
“Tinggal komunikasi politik, karena Moulevey lama di Padang, tinggal mensosialisasikan diri. Jangan lupa, tolak ukurnya adalah survei. Yakni, dikenal orang (popularitas), tingkat elektabilitas, kemudian keterpilihan. Jika hasil survei (tinggi kepada Braditi Moulevey) dan mendukung, kenapa tidak,” katanya.
Dalam budaya Minangkabau, katanya, terdapat tiga filosofi lainnya sebagai bentuk harga diri atau marwah bagi masyarakat Minangkabau itu sendiri, yakni, disapo, diajak sato dan dan dibagi rato.
“Disapo artinya apakah dia suka menyapa orang, bersikap ramah kepada siapapun dan tidak sombong serta membangun komunikasi dengan semua orang. Baurek ka bawah, bapucuk ka ateh, di tangah indak digirik kumbang,” katanya.
Kemudian, diajak sato. Artinya, bersinergi dengan semua pihak dan lini. Braditi Moulevey, kata Emzalmi harus bisa dan wajib melibatkan semua orang dalam mengambil kebijakan dan keputusan.
“Termasuk pemilihan tim sukses nantinya, jangan salah pilih yang justru merugikan kandidat itu sendiri. Kemudian, ketika terpilih, libatkan semua orang sehingga mereka itu merasa dianggap ada dan terjaga eksistensinya,” katanya.
Selanjutnya, dibagi rato atau dibagi rata. Artinya, implementasi dibaok sato itu akan bermuara kepada pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) ketika dalam menjalankan pemerintahan atau pekerjaan bisa terbagi rata dengan baik.
“Kita tidak bisa menampik bahwa masyarakat masih punya simpati dengan figur dengan basic (latar belakang) keagamaan, Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) untuk pendamping. Ini bisa dikaji, apakah dengan situasi saat ini pola seperti itu tepat. Kuncinya ada di Wali Kota, karena ia yang memegang kendali pemerintahan,” katanya.
Bagian lain dari niat untuk maju dalam pengabdian ini adalah salat istikharah, tahajjud, dukungan keluarga dan pasangan.
“Itu sekilas persiapan yang harus dilakukan, di Minang itu gunakan prinsip pandai-pandai, lamak di awak, katuju di urang. Perasaan orang Minang itu halus. Di sana kita diajarkan bisa cerdas memahami karakter masyarakat,” katanya.
Terkait dengan hal teknis, terutama langkah pembangunan di Kota Padang itu, Emzalmi akan memberikan arahan kepada Braditi Moulevey jika Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (Waka DPD) Gerindra Sumbar itu mendapatkan mandat dari partai.
“Sehingga ketika terpilih nanti, tidak dimulai lagi dari nol, bisa melaksanakan apa yang sudah berjalan. Ada 20 prioritas yang mendesak,” katanya.
“Saya suka (ada) anak muda (tampil), karena kreatif, memang harus regenerasi, jika tak ada anak muda yang punya nyali, maka tak maju kota ini. Namun, jika sudah banyak kepentingan, sudah terabaikan yang riil, sehingga kepentingan masyarakat itu tak terpenuhi,” sambungnya.
Sementara itu, Braditi Moulevey mengaku banyak mendapatkan ilmu dan wejangan yang sangat berisi dari Emzalmi selaku birokrat dan politisi senior di Kota Padang.
“Semuanya daging (berisi) dan itu sangat sangat berguna bagi saya. Semua pesan dan tips itu akan saya kombinasikan dalam visi-misi saya untuk maju di Pilkada Padang ini,” katanya.
Dirinya ingin membangun sinergitas dengan semua pihak dalam membangun pemerintahan. “Tidak akan pernah berhasil pembangunan dan kinerja jika tak didukung semua pihak. Memang pemerintahannya berbeda dengan perusahaan, tetapi pendekatannya tetap sama, yakni melalui human atau kemanusiaan,” tuturnya. (*)